Sabtu, 03 Januari 2009

Buruh Migran Sebagai Pilihan

Bagi sebagian orang, menjadi buruh migran atau menjadi tenaga kerja di luar negeri adalah sebagai pelarian. Baik karena alasan pribadi maupun alasan umum, karena susahnya menjadi pekerjaan di Tanah Air. Mereka berangkat tidak didasari alasan kuat dan rasional, namun lebih karena keterpaksaan, sebagai pilihan terakhir dari sekian upaya yang telah mereka lakukan. Andai masih bisa memilih, tentu mereka tidak berangkat ke luar negeri. Sekali lagi, tentu tidak semua buruh migran menganut jalan pikiran seperti itu.

Pembaca yang budiman, seiring dengan kemajuan teknologi dimana jarak dan waktu tidak lagi jadi kendala serius, menjadi buruh migran sudah semestinya menjadi alternatif pilihan. Terlebih melihat kondisi di Tanah Air dimana pemerintah tak juga kunjung sigap dalam menyediakan lapangan kerja, maka tidak ada yang salah menjadi buruh migran.

Seperti diutarakan Kepala BN2PTKI, M. Jumhur Hidayat, bila negara-negara maju bisa mengekspor produk-produknya, kita sebagai negara sedang berkembang bisa mengekspor tenaga kerja. Dan itu sah-sah saja. Tinggal bagaimana kita menyiapkan tenaga terampil sesuai kebutuhan di negara-negara maju.

Dan peluang ke arah itu sangat terbuka lebar.

Salah contoh adalah pekerjaan merawat orang jompo. Seperti diketahui, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Jepang dan China, maka tingkat harapan hidup penduduknya semakin tinggi pula. Hal ini berpengaruh pada membludaknya jumlah penduduk usia non produktif. Mereka adalah orang-orang usia pensiun hingga usia lanjut. Mereka butuh teman untuk merawat dan itu tak bisa mengandalkan anak-anak mereka sebagaimana di negeri kita. Kebanyakan penduduk di negara maju, baik suami maupun istri bekerja dan tidak ada waktu untuk merawat orang tua mereka yang usianya lanjut. Inilah peluang bagi buruh migran Indonesia untuk bekerja di negara-negara itu.

Dengan standar gaji yang lumayan, keberangkatan BMI ke negara-negara itu adalah sulusi cerdas untuk meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga di Tanah Air. Bagi pemerintah sendiri, keberangkatan BMI adalah dewa penolong, karena mengurangi pengangguran secara signifikan. Belum lagi kiriman devisa yang terus meningkat.

Yang masih disesalkan, aparat pemerintah seperti tak tahu diuntung. Mereka tak juga mengambil langkah-langkah kongkrit dalam melindungi keberadaan BMI. Masih saja ditemukan praktek-praktek dan kebijakan yang tidak berpihak pada BMI. Timbulnya masalah-masalah tentang BMI sampai pada batas tertentu adalah tolok ukur betapa lemahnya keberpihakan pemerintah pada BMI.

Langkah-langkah nyata memberikan pemahaman yang cerdas bagi calon BMI tentang prosedur penempatan BMI, perlindungan yang nyata bila BMI menemukan masalah mestinya jadi jadi prioritas. (*)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda